Senin, 07 Mei 2012

KEPAILITAN


1. Definisi Kepailitan
Kata pailit berasal dari bahasa Perancis “failite” berarti kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah “failite”. Sedang dalam hukum Anglo America, undang-undangnya dikenal dengan Bankcrupty Act. Dalam pengertian ini, merujuk aturan lama yaitu pasal 1 ayat (1) Peraturan Kepailitan Faillisement Verordening S. 1990-217 jo 1905-348 menyatakan : “ Setiap berutang (debitor) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditor), dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit ”.

Ketentuan yang baru yaitu dalam lampiran UU No.4 Th.1998 pasal 1 ayat (1) Ketentuan yang baru yaitu dalam lampiran UU No.4 Th.1998 pasal 1 ayat (1), yang menyebutkan : “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor.

Kepailitan adalah sita umum atas harta kekayaan debitor baik yang pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditor yang pada waktu kreditor dinyatakan pailit mempunyai hutang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.

2. Yang dapat dinyatakan pailit adalah :

1. “Orang Perseorang” baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun belum menikah. Jika permohonan pernyataaan pailit tersebut diajukan oleh debitor perseorang yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami”, kecuali antara suami isteri tersebut tidak ada pencampuran harta.
2. “Perserikat-perserikatan atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya “Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus membuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.
3. “Perseroan-perseoran, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya.

3. Pihak – pihak yang dapat meminta pailit
Ketentuan pasal 1 UU No. 4 Tahun 1998 menyebutkan pihak-pihak yang meminta pailit yaitu:
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor.
2. Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dapat juga diajukan kejaksaan untuk kepentingan umum.
3. Menyangkut debitor yang merupakan Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
4. Dalam hal menyangkut debitor merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM)28

4. Prosedur Permohonan Pailit

Dalam Pasal 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 berbunyi sebagai berikut:

1.Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada pengadilan niaga melalui panitera.
2.Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
3.Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga dengan jangka waktu paling lambat 1x 24 jam terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari
4.Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal pemohonan didaftarkan.
5.Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda permohonan dan menetapkan hari sidang.
6.Penyelenggaraan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.
7.Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma.

5. Berakhirnya Kepailitan

Perdamaian dalam kepailitan adalah perjanjian antara debitor pailit dengan para kreditor dimana menawarkan pembayaran sebagian dari utangnya dengan syarat bahwa setelah melakukan pembayaran tersebut, ia dibebaskan dari sisa utangnya, sehingga ia tidak mempunyai utang lagi.
Kepailitan yang berakhir melalui akur disebut juga berakhir perantaraan hakim (pengadilan). Akur lazimnya berisi kemungkinan seperti di bawah ini:
1. Si pailit menawarkan kepada kreditor-kreditornya untuk membayar sesuatu presentase dan sisa dianggap lunas.
2. Si pailit menyediakan budelnya bagi para kreditor dengan mengangkat seorang pemberes untuk menjual budel itu dan hasilnya dibagi antara para pembebasan untuk sisanya. Akur semacam ini disebut akur likuidasi (liquidatieaccoord).
3. Debitor minta penundaan pembayaran dan minta diperbolehkan mengangsur utang. Ini tidak lazim terjadi.
4. Debitor menawarkan pembayaran tunai 100% ini jarang terjadi.34

Selengkapnya mengenai akur perdamai diatur dalam lampiran UU Kepailitan pasal-pasal 134 s/d 167 (pasal ini tidak mengalami perubahan), sebagai berikut: Menurut pasal 134 UUK, debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor secara bersama. Apabila penawaran itu diterima dan telah disahkan oleh hakim pengawas, maka kepailitan akan berakhir.








Sumber:
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/artikel-kepailitan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar