Minggu, 27 Maret 2011

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

Perkembangan Pembangunan provinsi sumatera selatan
Kota Palembang
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
mata kuliah Perekonomian Indonesia


Disusun Oleh Kelompok III
kelas : 1EB15

  1. AGUSTIA ARDILA ( 29210925)
  2. ELYSA ANDELANY AYUNINGTIAS(22210355)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
 
 
SEJARAH RINGKAS PEREKONOMIAN KOTA PALEMBANG

Hari jadi Kota Palembang jatuh pada tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 Caka, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 683 Masehi. Kesepakatan ini diperkuat oleh Surat Keputusan Walikota Daerah Kotamadya Palembang Nomor 57/UM/WK tanggal 6 Mei 1972. Pengertian Palembang secara umum menunjukkan tanah yang berair. Ini tidak jauh dari kenyataan yang ada, bahkan pada saat sekarang yang dibuktikan oleh data statistik tahun 1990 yang menunjukkan bahwa masih terdapat 52,24 persen tanah yang tergenang di Kota Palembang.
Nama Palembang pada zaman klasik selain dalam catatan kronik Cina, juga tertulis dalam Kitab Kertagama karangan Mpu Prapanca pada tahun 1365. Pada zaman Islam, nama Palembang menjadi populer dengan dimuatnya nama tersebut dalam Sejarah Melayu (1612) dan Babad Tanah Jawi (1680). Sejarah melayu aslinya ditulis sekitar tahun 1511, kemudian ditulis kembali dalam berbagai naskah hingga mencapai 29 naskah dan dibukukan dengan enam versi, satu di antaranya adalah yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
Sejarah zaman Kerajaan Sriwijaya sampai masa penjajahan Belanda sebenarnya cukup jelas menggambarkan, idealnya seperti apa Kota Palembang dikembangkan. Sebutan Venice from the East yang pernah disandang ibukota Sumatera Selatan ini semakin menguatkan kekhasan kota yang dibelah dan dikelilingi Sungai Musi dan anak-anak sungainya.
William Marsden dalam bukunya yang berjudul History of Sumatra yang terbit pertama kali tahun 1881, menulis bahwa pada abad ke-18, Palembang adalah kerajaan yang cukup penting. Sungai itu berhulu di Musi yang terletak di Pegunungan Bukit Barisan. Oleh karena itu, hulu sungai itu bernama Ayer Musi, sedangkan hiir sungai bernama Tatong.Lebar Sungai Musi lebih dari satu mil. Sungai itu dapat dilayari dengan aman oleh kapal yang bagian di bawah permukaan airnya tidak lebih empat belas kaki. Kapal-kapal yang lebih besar dari itu datang ke sana untuk tujuan militer, seperti yang terjadi pada tahun 1680 ketika Belanda menyerang dan menghancurkan tempat itu.
Sejak abad ke-19 sampai dasawarsa pertama abad ke-20, Palembang sebenarnya tidak begitu diminati para penguasa perkebunan swasta ketimbang Deli. Daerah di Sumatera Timur itu mampu merangsang kaum Planters untuk menanamkan modal di sektor perkebunan, terutama tembakau. Akan tetapi, sejak pemberian konsesi tanah dipermudah dan prospek komoditas pertanian karet dan teh serta pertambangan (batu bara dan minyak bumi) terlihat semakin menjanjikan, para penguasa Barat akhirnya berlomba-lomba mengeksploitasi daerah Palembang.
Kemajuan ekonomi Palembang akhirnya berimbas terhadap perkembangan Kota Palembang, baik dari segi morfologi, penduduk, dan budayanta. Pada dasawarsa kedua dan ketiga abad ke-20, Palembang mengalami perkembangan yang begitu pesat, bahkan melampaui kota-kota besar lain di Sumatera, seperti Medan dan Padang. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan Palembang sebagai “kota terbesar” di Sumatera.
Kota Palembang berubah dari kota yang bercorak tradisional menjadi kolonial setelah Mayor Jendral De Kock berhasil menduduki keraton pada bulan Juni 1821.Sejak saat itu, keraton kemudian berubah menjadi sebuah benteng kolonial. Bangunan keraton yang merupakan simbol kebesaran dan kemegahan Sultan dibongkar, hanya dinding tebal keraton yang dibiarkan menjadi benteng, lengkap dengan tangsi, gudang, rumah sakit, kantor keresidenan, dan penjara.
Pada saat yang sama rumah-rumah milik kaum ningrat, yang berdiri di dalam dan sekitar keraton, disita sebagai kediaman untuk perwira Belanda, sedangkan pasukan militer ditempatkan di dalam tembok keraton. Baru sesudah pemugaran ini selesai, kaum priyayi dapat menuntut kembali rumah mereka, lalu rumah-rumah kayu mereka dibangun kembali di kampung 27 dan 28 Ilir yang berdekatan dengan keraton.Penyitaan rumah priyayai secara tidak langsung mengubah tata ruang kota.
Pada masa kesultanan, pemukiman penduduk dibentuk berdasarkan sistem patronase atau dikenal dengan istilah guguk. Penduduk kota yang terbagi dua golongan, miji dan alingan, masing-masing tinggal di sekitar pelindungnya, yaitu priyayai. Mereka memproduksi barang-barang kerajinan atas perintah pelingdungnya, sehingga membentuk pola pemukiman berdasarkan ikatan pelindung dan bersifat sektoral. Hal ini nampak dari nama-nama kampung yang mencerminkan kegiatan produksi yang dilakukan. Seperti kampung “Pelampitan” (berhubungan dengan kerajinan lampit atau tikar) dan “Sayangan” (pembuat barang-barang dari tembaga dan perak).
Namun sistem guguk ini kemudian dipecah menjadi beberapa kampung oleh pemerintah kolonial. Satu hal yang menarik di Palembang dan jarang ditemui di kota-kota lain ialah pemberian nama-nama kampung tersebut dengan angka dan menambahkan nama distrik seseau dengan letak kampung itu berada, seperti 1 Ilir dan 1 Ulu.
Sementara itu, di beberapa perkampungan orang Arab yang terletak di Seberang Ulu dan Seberang Ilir, telah dibangun rumah-rumah besar terbuat dari kayu besi dan tembesu, dilengkapi dengan atap genting yang besar. Rumah limas yang bernilai antara Nlg. 10.000,- sampai Nlg. 30.000,- ini dulunya merupakan hak istimewa para Sultan Palembang.
Rumah-rumah rakit yang berada di tepian Sungai Musi tidak lagi didominasi oleh orang-orang Cina. Kebanyakan dari mereka telah pindah ke daratan. Pemerintah kolonial tidak hanya membebaskan mereka membangun rumah dan gudang di daratan, tetapi juga memberi kesempatan kepada mereka untuk memperluas perdagangan hingga ke pedalaman. Pemukiman Cina di daratan biasanya berdekatan dengan pasar-pasar vyang mulai banyak muncul pada saat aktivitas perdagangan semakin meningkat di Palembang.
Pada tahun 1906, Kota Palembang ditetapkan sebagai Gemeente.Pada tahun 1915 luas wilayah kota diperkirakan 137 km2. Oleh karena proses pemekaran kota dari tahun ke tahun sebagai akibat ledakan penduduk dan urbanisasi, pada tahun 1930, luas Kota Palembang sudah mencapai 264 Km2.Sejak menjadi Gemeente, pembangunan Kota Palembang menjadi lebih terencana. Berbagai sarana dan prasarana kota mulai dibangun dengan menggunakan dana yang berasal dari pajak penduduk.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator yang digunakan untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi kota adalah pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Laju pertumbuhan PDRB Kota Palembang rata-rata selama kurun waktu 2003-2007 atas dasar harga konstan 2000 dengan migas adalah sebesar 6,59% dan tanpa migas sebesar 8,02% per tahun. Sektor-sektor yang tumbuh di atas rata-rata adalah sektor bangunan (8,46%), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (8,25%), sektor pengangkutan dan komunikasi (12,16%), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (8,28%), sedangkan sektor-sektor lainnya tumbuh di bawah rata-rata. Lebih lengkap terdapat pada Tabel berikut ini :

Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang, Tahun 2003-2007
Atas Dasar Harga Konstan 2000
No
Sektor Ekonomi
Pertumbuhan
Rata-Rata
2003
2004
2005
2006
2007
1.
Pertanian
-3,00
0,74
-2,51
1,71
5,12
0,41
2.
Pertambangan dan Penggalian
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3.
Industri Pengolahan
3,42
3,61
3,72
3,79
4,54
3,82
4.
Listrik, Gas dan air bersih
6,61
7,97
7,17
9,54
6,36
7,53
5.
Bangunan
8,52
8,53
8,08
8,70
8,45
8,46
6.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7,78
8,47
8,97
7,95
8,10
8,25
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
7,03
13,41
14,63
13,62
12,11
12,16
8.
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
5,62
9,26
9,62
8,12
8,80
8,28
9.
Jasa-Jasa
6,48
4,74
7,29
7,78
7,04
6,67

PDRB dengan Migas
5,44
6,42
7,05
6,95
7,10
6,59

PDRB tanpa Migas
6,58
7,96
8,65
8,42
8,49
8,02
(Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2008)
Jika dilihat dari besarnya sumbangan masing-masing sektor ekonomi dalam pertumbuhan PDRB, Kota Palembang bertumpu pada empat sektor ekonomi, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Keempat sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDRB rata-rata di atas 80 persen tiap tahunnya, baik dengan migas maupun tanpa migas.
Tabel
Distribusi Persentase PDRB Kota Palembang 2003-2007
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dengan Migas
No
Sektor
Tahun
Rata-Rata
2003
2004
2005
2006
2007
1.
Pertanian
0,96
0,91
0,83
0,79
0,77
0,85
2.
Pertambangan dan Penggalian
0
0
0
0
0
0
3.
Industri Pengolahan
42,81
41,68
40,38
39,19
38,25
40,46
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1,40
1,42
1,43
1,46
1,45
1,43
5.
Bangunan
7,38
7,52
7,60
7,72
7,82
7,61
6.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
19,07
19,44
19,79
19,97
20,16
19,69
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
10,26
10,94
11,71
12,44
13,02
11,67
8.
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
6,18
6,35
6,50
6,57
6,68
6,46
9.
Jasa-Jasa
11,92
11,74
11,76
11,85
11,85
11,83
(Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2008)


PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI 

Pengembangan kawasan industri terus dioptimalkan,seperti Sungai Lais; Kalidoni; dan Keramasan, Kecamatan Kertapati. KEBIJAKAN pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada Pemerintah Daerah Tingkat II (Pemda Kabupaten/Kota)) untuk memungut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Januari 2011 disambut suka cita oleh pemerintah daerah, tak kecuali bagi pemerintah kota Palembang.
Pada Rabu (29/12/2010) bertempat di Aula Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang digelar acara “Lounching Pengalihan BPHTB menjadi Pajak Daerah”.
Pengalihan ini adalah titah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Termasuk peraturan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai pajak Daerah.
Kepala Dispenda Kota Palembang, Hj. Sumaiyah MZ, MM, menjelaskan , BPHTB adalah pajak yang harus dibayar masyarakat sebagai akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Biasanya bea ini dipungut ketika kita membeli rumah atau tanah. maksud dan tujuanya, tidak lain guna meningkatkan local tax power seperti yang diamanahkan oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Disamping itu juga meningkatkan efektifitas sistem pengawasan dan berupaya meningkatkan sistem pengelolaan.
Menurut beliau, dengan berlakunya BPHTB sebagai Pajak Daerah dimana NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) untuk transaksi semula yang berlaku di Kota Palembang sebesar Rp. 20 juta, kini berubah menjadi paling rendah sebesar  Rp. 60 juta. Demikian pula   untuk hibah/waris semula Rp. 75 juta, kini berubah menjadi paling rendah Rp. 300 juta.
Beliau tak menepis dengan berlakunya BPHTB, tentu saja akan berdampak pada penerimaannya. Akan tetapi kita terus berusaha agar pemberlakuan BHPTB ini mengunakan nilai pasar sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Biaya pelaksanan masuk kedalam APBD Kota Palembang.
Inilah sekilas penerimaan BPHTB di Kota Palembang selama kurun waktu 5 (Lima Tahun terakhir adalah sebagai berikut :

No Uraian/Tahun 2006 2007 2008 2009 2010*
1 BPHTB
Target Realisasi Prosentase
21800 23824 109,29%
21800 29760 136,51%
32990 39618 120,09%
46714 47694 102,10%
49440 62354 126,12%

Hambatan pembangunan daerah propinsi Sumatera Selatan
Upaya pembangunan daerah di sumatera selatan dihadapkan berbagai kendala yang erat kaitannya dengan kondisi geografis, dengan karakteristik fisik wilayah. Kondisi wilayah yang berupa rawa dan hutan bakau merupakan kendala bagi pembangunan prasarana dan sarana, khusunya system transportasi.
Propinsi ini mempunyai jumlah penduduk yang relatif sedikit dibandingkan dengan luas wilayah keseluruhan. Jumlah penduduk yang relatif sedikit dengan persebaran yang tidak merata dan terpencar dalam kelompok penduduk yang kecil dibeberapa kawasan terpencil dan terisolasi.

PRODUK UNGGULAN PROVINSI SUMSEL
  1. Sumsel Lumbung Pangan
Sumatera Selatan sebagai salah satu Provinsi Lumbung Pangan, tidak terlepas dari tersedianya potensi sumber daya lahan yang cukup variatif, mulai dari lahan sawah irigasi, tadah hujan, rawa pasang surut, lebak dan lahan kering. Selain juga memiliki komoditas unggulan lain seperti jagung, kacang tanah, ubu kayu, ubi jalar, komoditas sayuran dan buah - buahan.

Dari total produksi padi Sumatera Selatan tahun 2005 sebesar 2.320.110 ton gabah kering giling (GKG)1.466.310 ton, kontribusi terbesar diperoleh dari lahan sawah yaitu 2.148.182 ton GKG (92,6%). Dengan jumlah penduduk 6.755.900 jiwa dan konsumsi beras per kapita/tahun sebesar 124 kg, serta kebutuhan lainnya, maka pada tahun 2005 Sumatera
Selatan surplus beras sebanyak 484.088ton.
Dengan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya lahan yang tersedia secara keseluruhan melalui upaya peningkatan pelayanan jaringan irigasi dan rawa, penggunaan agroinput, peningkatan kemampuan petani mengakses modal perbankan dan pengembangan penggunaan alat mesin pertanian, maka kedepan Sumatera Selatan mampu meningkatkan produksi padi hingga 5 juta ton GKG atau setara beras 3 juta ton. Hal ini sangat tergantung kepada modal petani, investasi serta perbaikan infrastruktur jaringan irigasi dan drainase. Kesemuanya itu memerlukan dukungan dana yang cukup besar mencapai Rp. 3,3 Trilyun.Pertambahan produksi ini akan membuka kesempatan berusaha baru dan menambah pendapatan petani. Kegiatan ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Diharapkan melalui program akselarasi pembangunan pertanian dengan Program Sumatera Selatan Lumbung Pangan akan dapat mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran dan peningkatan pendapatan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Selatan.

PotensiPengembanganLahanSawah


Luas lahan sawah yang perlu dikembangkan dan dipertahankan di Sumatera Selatan untuk mendukung Program Sumatera Selatan Lumbung Pangan seluas 752.150 Ha. Lahan seluas 238.974 Ha merupakan lahan yang sementara ini tidak diusahakan dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi sawah baru. Sedangkan pada lahan yang baru satu kali tanam (IP 100) seluas 399.521 Ha, yang dapat dikembangkan menjadi dua kali tanam (IP 200) seluas 155.322 ha dengan dukungan kegiatan :
  • Rehabilitasi Sarana Irigasi/Drainase;
  • Irigasi/Drainase;
  • Tata Air Mikro (TAM);
  • Pengembangan Alsintan (Handtraktor, pompa air);
  • Penggunaan Benih Unggul;
  • Pemupukan;
  • Penyuluhan dan Pendampingan.
2. Sumsel Lumbung Energi

Sumber daya alam khususnya potensi energi primer yang terdapat di wilayah Sumatera Selatan merupakan daya tarik kuat bagi masuknya penanaman modal untuk meningkatkan perekonomian daerah. Hal ini didukung oleh letak Provinsi Sumatera Selatan diantara Pulau Jawa dan Singapura/Malaysia yang secara ekonomi sangat strategis.
Potensi sumber daya energi Sumatera Selatan seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan panas bumi terdapatnya tersebar dan berlimpah merupakan modal dasar dalam mewujudkan Sumatera Selatan sebagai Lumbung Energi khususnya melalui Pembangunan Ketenagalistrikan dan penyediaan energi bahan bakar dan industri.
Pembangunan Ketenagalistrikan di Sumatera Selatan melalui Pembangunan Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Listrik Tenaga Uap (PLTU) di mulut tambang dengan bahan bakar batubara nilai kalori rendah yang potensinya berlimpah akan menjawab kelangkaan listrik di Jawa dan Sumatera yang saat ini dalam kondisi kritis selain untuk kebutuhan ekspor ke Malaysia dan pengembangan pemanfaatan BBG untuk industri, komersial dan rumah tangga serta transportasi yang relatif banyak.Di samping itu, provinsi ini banyak memiliki tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi seperti Sungai Musi, Jembatan Ampera, Pulau Kemaro, Danau Ranau, Kota Pagaralam dan lain-lain. Karena sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan, secara tidak langsung ikut memengaruhi kebudayaan masyarakatnya. Makanan khas dari provinsi ini sangat beragam seperti pempek, model, tekwan, pindang patin, pindang tulang, sambal jokjok, berengkes dan tempoyak.

Faktor – Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Pembangunan Daerah Provinsi
  1. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya produktif untuk kemakmuran;
  2. Meningkatnya produk domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan per kapita;
  3. Tumbuhnya kader pembangunan daerah yang handal, cekatan, cerdik dan professional dalam meningkatkan produktivitas dan mengembangkan jaringan distribusi;
  4. Meningkatnya pertumbuhan tourisme, perdagangan dan investasi;
  5. Adanya jaringan komunikasi dan informasi tentang pembangunan daerah atau daerah lain, nasional dan internasional, serta jaringan guna membangun akses-akses pasar, dana, investor, basis data berbagai daerah; jaringan ini sekaligus berfungsi sebagai jaringan publikasi dan sosialisasi program daerah yang ditawarkan kepada masyarakat luas;
  6. Adanya kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghormati baik dikalangan usaha rakyat, antar daerah skala nasional maupun internasinal, antar lembaga swasta dan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dan terkait dengan perkembangan daerah;
  7. Pembangunan yang ramah lingkungan (pembangunan berkelanjutan);
  8. Keterkaitan lokal (hulu dan hilir) serta pelibatan unsur swasta dalam pembangunan secara proposional;
  9. Meningkatnya pengelolaan keuangan daerah secara efisien dan efektif sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran.


    GUBERNUR DAERAH PROVINSI DAN WAKILNYA
Data Pribadi
 
Nama : H.ALEX NOERDIN
Nama Panggilan : Alex
Tempat/ Tanggal Lahir : Palembang,9 September 1950
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Gubernur Sumatera Selatan
Alamat Rumah : Jl.Merdeka No.23 B. Palembang

Data Keluarga

Nama Istri : Hj.ELIZA ALEX
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang,27 September 1952
Nama Anak : 1. DODI REZA ALEX,Lic.MBA.
                     2 .DENI AKENDRA ALEX.(Alm.) 
                     3. LURI ELZA ALEX,SH.LLM

Riwayat Pendidikan

  1. Fakultas Teknik Universitas Trisakti, Jakarta 1980
  2. Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta 1981

Pendidikan Tambahan

  1. International Training Course in Regional Development Planning,
  2. United Nations Centre for Regional Development (UNCRD)
  3. Nagoya, Japan (1985)
  4. Post Graduate Diploma : Integrated Development Management Institute for Housing Studies (HIS), Rotterdam, Netherlands (1987-1988)
  5. Program of the United Housing and Urbanization Harvard University, Cambridge (1992)
  6. International Training Course in Integrated Urban Policy United Nation Population Fund (UNFP)Kobe, Japan ( 1996)












Data Pribadi
Nama : H. Eddy Yusuf, SH,MM
Tempat/Tanggal Lahir : Baturaja, 4 Desember 1955
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Wakil Gubernur Sumatera Selatan
Alamat : Jl.Hoki Blok C24/ No.1163 Kampus Palembang 30137

Data Keluarga

Nama Isteri : Hj.Suzzana Farianty
Tempat/Tanggal lahir : Palembang, 3 Desember 1956
Nama Anak : 1. Gilang Ramadhan
                     2. Garlan ramadhan 
                     3. Gressa Ramadhanty

Riwayat Pendidikan

1.SDN 4 Muaradua lulus tahun 1969.
2.SMPN 4 Palembang lulus tahun 1972.
3.SMAN 3 Palembang lulus tahun 1975.
4.Fakultas Hukum Unsri lulus tahun 1982.
5.Magister Manajeman STIE Artha Bodi Iswara lulus tahun 2002




Sumber:
  1. www.sumsel.go.id
  2. Witrianto, S.S., M.Hum., M.Si.
  3. witrianto.blogdetik.com/2011/01/15/sejarah-kota-palembang/
  4. www.sumselprov.go.id/index.php?...Produk+Unggulan
  5. www.palembang.go.id/?nmodul...kota-palembang
  6. Wikipedia
  7. www.bapenas .go.id/get-file-server/node/6016/
  8. http://www.alexnoerdin.info/index.php/home/statis/halaman/3/biografi.php